Tasikmalaya, Voiceofjabar.com – Praktek rentenir atau bank emok berbalut koperasi telah menggejala di tengah masyarakat. Tak terkecuali di Tasikmalaya. Bahkan sudah memakan korban yang rata-rata menyasar emak-emak.
Sala satu korbannya adalah ibu IH, yang merupakan nasabah bank emok asal Desa Sukarasa, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Ia terpaksa melakukannya karena himpitan ekonomi.
Dengan memanfaatkan modus pinjaman yang hanya cukup mengandalkan foto copy KTP itu membuat sekalangan emak-emak gampang tergiur dan akhirnya terlena. Endingnya, saat penagihan, korban harus mengembalikan uang pinjaman itu plus bunganya.
Kondisi memprihatinkan ini mendapat banyak sorotan. Ipa Zumrotul Falihah, Ketua Pemudi PUI Kota Tasikmalaya menilai praktek pinjaman liar ini harus segera ditertibkan. Pasalnya, sistem pinjaman tersebut terbilang tak wajar. Sehingga memberatkan si peminjam melebihi batas kemampuan.
“Sungguh memprihatinkan memang dan tidak bisa dibiarkan ini terjadi mewabah berlarut larut di masyarakat mesti ada penyadaran kepada masyarakat serta solusi dari pihak terkait baik aparat setempat dari mulai RT RW dan kelurahan juga tingkatan lainnya agar wabah ini tidak menimbulkan perpecahan dan masalah yang lebih rumit di kemudian hari,”tandasnya kepada VOJ, Kamis, (14/11).
Sebagaimana kabar tersiar bahwa uang pinjaman dari bank emok ini biasanya dikucurkan pada kelompok ibu-ibu sehingga pada saat pembayarannya harus kompak disetiap minggu yang ditentukan harinya.
Jika salah satu anggota kelompoknya tidak bisa membayar, maka dibebankan pada semua anggota kelompok tersebut. Misal, satu kelompok yang beranggotakan 10 orang yang dicairkan 10juta. Artinya satu anggota mendapat pinjaman 1 juta.
Laku, uang pinjaman itu harus dikembalikan dengan cara dicicil per seminggu sekali misal setiap hari kamis mau tidak mau harus bayar Rp50ribu x 10 bulan sama dengan Rp2juta.
“Ini jelas memberatkan dan yang paling jadi problem ketika salah satu anggota tidak bisa membayar harus ditanggung renteng oleh anggota kelompok yang lain dan tentu ini riskan masalah akan jadi sumber konflik diinternal anggota bank emok tersebut menimbulkan perpecahan antara tetangga, teman dan bahkan saudara jika sesama anggota peminjam bank emok tersebut ada jalinan itu. sudah jelas anggota yang tidak bisa membayar akan ditekan habis habisan oleh anggota kelompok lainnya,”terangnya.
Oleh karena itu, kata dia, agar tak menimbulkan banyak efek kerugian yang meluas, semua pihak harus bersinergi membangun komitmen untuk memberantas praktek kejahatan ini. Sehingga masyarakat dapat memahami betapa bahayanya jeratan perangkap kaum rentenir ini.
“RT RW Kelurahan dan para tokoh masyarakat juga berkomitmen memerangi bank emok dengan lebijakan kebijakan aturan setempat agar si bank emok sungkan untuk datang ke tempat itu karena biasanya si pemberi pinjaman bank emok alias rentenir merupakan pendatang bukan orang asli daerah tersebut,”katanya.
Selain itu, pemerintah dan para relawan aktifis masyarakat, organisasi perempuan juga LSM serta lembaga lembaga lainnya lebih intens dalam memberikan pelatihan atau pemberdayaan masyarakat khususnya kepada kaum ibu agar ada skill sehingga ada peningkatan ekonomi bagi para ibu rumah tangga untuk membantu para suami dalam tambahan mencari nafkah. sehingga para ibu menjadi produktif dan menghasilkan uang untuk tambahan di dalam keluarganya.
“Semoga kita semua bisa bersinergi bersama semua pihak dalam menyelesaikan kasus bank emok yang cukup memprihatinkan sehingga bisa diberantas atau paling tidak diminimalisir secara bertahap agar masyarakat kita terlepas dari jeratan rentenir bermodus bank emok,”pungkasnya. (ty)